THE EMPOWERMENT OF
MILKFISH POND FARMER WITH PARTICIPATIVE EDUCATION MANAGEMENT SYSTEM IN LAMONGAN
REGENCY
Ya’kub1) ,
Rudianto 2) , Jenny Ermawati 3)
ABSTRAC
The
empowerment of milkfish pond farmer with participative education management system
in Lamongan regency has an aim to know
the potential of milkfish pond agriculture, the cause indolence of their income
and participative education applied to the milkfish pond farmer in empowering
them. The research result shows that the potencial of milkfish pond agriculture in Lamongan regency
supported by good human resources and natural resources. The number of milkfish
pond farmers is 345, 895 people. Their education background are junior high
school graduates on the average, the infrastructures their own are enough.
Their land is 1 hectare per farmer on the average but they are very indolent to
in crease their income because of the low productivity ( 1.838 ton / ha / year
). The price of the milkfish production is low ( 7,390 rupiahs/kg ), the quality
of product cannot meet the market demand ( 10-12 fish / kg ), sale of product
is ijon system ( sold and paid before harvest time ), while the particitative
education management system is still in initial level. If this matter keeps
continuing, the milkfish pond farmer will keep suferrring losses, they become
poor. There fore, they must be impowerred with partisipative education managemen
system to the emancipatory level with their suitable material the potensial, the problem and the need of milkfish pond
famers. Such as, the way of in creasing
the production, the way of managing the product and way of organizing market
net that penetrates other regencies / town.
Key word : fish pond, indolend, capacity, participative
1) Post graduate student of education planning FTUB
2) Lecturer, chief of advisor commission
3) Lecturer, a member of advisor commission.
PEMBERDAYAAN PETANI TAMBAK BANDENG
DENGAN SISTEM MANAJEMEN PENDIDIKAN
PARTISIPATIF
DI KABUPATEN LAMONGAN
Ya’kub1) ,
Rudianto 2) , Jenny Ermawati 3)
ABSTRAK
Pemberdayaan Petani Tambak Bandeng dengan Sistem
Manajemen Pendidikan Partisipatif bertujuan mengetahui potensi pertanian tambak
bandeng, penyebab kelambanan peningkatan penghasilan mereka dan sistem
pendidikan partisipatif yang diterapkan kepada petani tambak bandeng dalam
memberdayakannya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pertanian tambak di
kabupaten Lamongan didukung oleh SDM dan SDA yang baik, Jumlah petani tambak
bandeng 345.895 orang, pendidikannya rata – rata lulus SLTP, sarana prasarana
yang dimiliki cukup, lahan garapan rata-
rata 1 Ha / Petambak, tapi sangat lamban dalam meningkatkat penghasilan mereka,
karen produktifitas rendah ( 1,838 Ton /
Ha / Tahun ), harga hasil produksi rendah ( Rp 7. 390,00 / Kg ), kualitas hasil
produksi tidak memenuhi permintaan pasar ( 10 – 12 ekor / Kg ),cara penjualan hasil
produksi sistem Ijon, sedangkan sistem manajemen pendidikan partisipatifnya
masih tingkat inisial. Bila hal ini terus berlanjut, maka petani tambak bandeng
akan terus menderita kerugian, akan menjadi miskin, oleh karena itu maka harus
diberdayakan dengan sistem manajemen pendidikan partisipatif ke tingkat emansipatoris dengan materi sesuai
aspirasi, potensi, masalah dan kebutuhan petani tambak bandeng, yakni: cara
meningkatkan hasil produksi, cara pengelolaan hasil produksi dan cara membentuk
jaringan pasar yang menebus daerah antar Kabupaten / Kota.
Kata kunci : tambak, lamban,
daya, partisipatif
1) Mahasiswa Pasca Sarjana
Perencanaan Pendidikan FTUB
2) Dosen Ketua Komisi Pembimbing
3) Dosen Anggota Komisi Pembimbing
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Pemberlakuan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang
Pemerintahan Daerah, memberikan peluang seluas – luasnya kepada daerah disertai
pemberian hak dan kewajiban untuk
menyelenggarakan dan mengatur rumah tangganya sendiri, sehingga ada
keseimbangan antara pemerintah pusat dan daerah, Rozali
(
2007 ) . Otonomi daerah diharapkan juga dapat mempercepat kesejahteraan
masyarakat yang berdasar keadilan.
Selanjutnya Undang - Undang No.33 / 2004, tentang perimbangan keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, membawa perubahan besar pada
sistem penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik menuju desentralistik.
Setiap daerah mempunyai keunggulan potensi
yang perlu dikembangkan.Dalam mengembangkan keberagaman potensi dan keunggulan
daerah, perlu mendapatkan perhatian
secara khusus dari pemerintah daerah, agar masyarakat tidak asing dengan daerahnya sendiri dan
faham betul tentang potensi dan nilai-nilai serta budaya daerahnya sendiri,
sehingga masyarakat dapat mengembangkan dan memberdayakan potensi daerahnya
sesuai dengan tuntutan ekonomi global . Diharapkan dengan ekonomi global
tersebut, masing-masing daerah ingin berlomba bersaing dengan negara lain untuk
memasarkan keunggulan daerahnya sendiri, Dwitagama, dalam Suharso ( 2007 )
Dalam rangka mewujudkan
keberdayaan, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat di daerah, maka penerapan
otonomi daerah perlu didukung oleh Sistem Manajemen Pembangunan Partisipatif,
Badan Pemberdayaan Masyarakat Lamongan( 2007 ). Selanjutnya dalam pelaksanaan
pembangunnan partisipatif, diperlukan Sistem Manajeman Penddikan Partisipatif.
Melalui pengembangan Sistem Manajemen Pendidikan Partisipatif, pada tataran
masyarakat, ditumbuhkan perilaku masyarakat yang jujur dan terbuka. Kemasyarakatan, dikembangkan mekanisme yang memberikan
peluang partisipasi warga masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bagi
kepentingan bersama. Pembangunan manajemen daerah secara esensial harus
memiliki visi pemberdayaan dan kemandirian, dengan pola pengelolaan yang lebih
efektif dan efisien, optimal serta demokratis.
Kondisi Sumber Daya Alam kabupaten Lamongan sangat
luas, yaitu luas 1.812,80 km2 dengan
27 kecamatan, yang berupa dataran dengan kemiringan 0-2% seluas 131.352
hektar dari 181.280 hektar
yakni 72.47 %, yang tersebar di setiap kecamatan. Artinya
hampir di setiap kecamatan dapat dikembangkan sebagai lahan pertanian padi dan
perikanan darat..
Secara geografis kondisi wiilayah kabupaten Lamongan, dibedakan menjadi tiga
bagian, yaitu:
1. Bagian Tengah -
selatan, merupakan dataran rendah yang
relatif subur, membentang dari kecamatan Kedungpring, Babat, Sugio,
Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung, Sarirejo dan Kembangbahu.
2. Bagian Selatan - utara merupakan daerah pegunungan
kapur berbatuan, tingkat kesuburannya kategori sedang, mulai dari Kecamatan
Mantup, Sambeng, Ngimbang, Bluluk,
Sukorame, Modo, Brondong, Paciran dan Solokuro
3. Bagian Tengah - utara, merupakan dataran bonorowo, mulai
dari Kecamatan Sekaran, Maduran, Laren,
Karanggeneng, Kalitengah,Turi, Karangbinangun dan Glagah
Sementara
masyarakat yang hidup dalam
keadaan miskin dan miskin sekali sebanyak 8,16 % terutama wilayah tengah utara, daerah tambak
dan sawah tambak, jumlah prosentase penduduk miskinnya 9,59 % BPS Kabupaten Lamongan ( 2006 ), yang perlu
penanganan, terutama dalam pemberdayaan SDM.
Potensi unggul
kabupaten Lamongan adalah perikanan, baik darat maupun perikanan laut, Dinas
Perikanan dan kelautan kabupaten Lamongan ( 2007) . Menurut luas lahan budi
daya dan kuantitas produksi, sawah tambak bandeng , menempati urutan yang ke-1,
yakni 23.603,62 Ha, Lamongan Dalam Angka
(2006 ).
Peningkatan pendapatan petani hanya 1,18
%, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan ( 2007 ).
Hasil produksi petani tambak bandeng kabupaten Lamongan, dari segi kualitas dan
kuantias belum mencapai standar.
Kualitas hasil
produksi, tidak mencapai standar permintaan pasar, yaitu 4 – 6 ekor / Kg,
sehingga harga juga tidak standar, yaitu Rp 6.000,00 – Rp 10.000,00. sementara
harga standar bisa mencapai Rp 15.000,00 – Rp 20.000,00 menurut Pedagang Ikan
di pasar ikan Lamongan, Maimunah ( 2008
).
Kuantitas hasil
produksi juga belum maksimal, terbukti, belum bisa memenuhi kebutuhan dan
permintaan pasar , baik lokal apalagi antar daerah.
Kebutuhan lokal
saja, bila menurut standar konsumsi ikan Nasional, dibutuhkan ikan
sebanyak 30 Kg x 1.235.152 orang = 37.
054. 560 Kg = 37.054 Ton. Sementara hasil produksi ikan sawah tambak baru 23.216,66 Ton / Tahun,Lamongan
Dalam Angka ( 2006 ).
Apalagi, kalau
dibanding dengan standar kebutuhan manusia akan daging ikan, yaitu 260 g /
orang / hari – 315 g / orang / hari atau 95 Kg / orang / tahun – 115 Kg / orang
/ tahun, Adawyah ( 2007 ), maka standar kuantitas produksi masih sangat kurang.
Sistem pemasaran hasil produksi,
dengan sistem ijon atau dengan sistem langsung di timbang di tambak, harga
ditentukan oleh tengkulak setelah pulang dari pasar, sehingga harga ditentukan
oleh tengkulak tidak ada harga tawar, menurut Petani Tambak, Muflih ( 2008 ).
Kualitas hasil produksi tidak
memenuhi standar kualitas dan kuantitas, pemasaran sistem ijon, peningkatan
penghasilan tidak bisa mencukupi kebutuhan minimal, semua kelemahan ini,
disebabkan SDM dan SDA petani tambak
belum diberdayakan secara memadai.
Untuk meningkatkan
penghasilan petani tambak, maka diperlukan pemberdayaan SDM dan SDA yang
tersedia, secara maksimal. SDA hanya dapat diberdayakan oleh orang yang
berdaya. Dalam memberdayakan potensi wilayah, diperlukan strategi yang tepat. Strategi pembangunan ada empat, yaitu: Pertumbuhan Produk Domistik
(PDB), Pemenuhan Kebutuhan Pokok, Peningkatan Kualitas SDM dan Peningkatan Daya
Saing, Sasmita ( 2005 ).
Seseorang bisa
berdaya, bila memiliki pendidikan yang memadai, pendidikan bisa bermanfaat,
bila sesuai dengan potensi dan harapan yang dimiliki, Suman ( 2007 ). sehingga diperlukan sistem
manajemen pendidikan partisipatif yang sesuai dengan tuntutan, agar petani
tambak bandeng, mampu meningkatkan standar kualitas dan kuantitas hasil
produksi, pengelolahan hasil produksi dan sistem pemasarannya.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka penulis
mengangkat proposal tesis yang berjudul ” Pemberdayaan Petani Tambak Bandeng
dengan Sistem Manajemen Pendidikan Partisipatif
di Kabupaten Lamongan”.
1.2. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang akan diteliti
adalah:
1. Bagaimana potensi pertanian tambak bandeng di kabupaten Lamongan?
2. Mengapa peningkatan penghasilan
petani tambak bandeng lamban, di kabupaten Lamongan?
3. Bagaimana pelaksanaan sistem manajemen pendidikan partisipatif petani
tambak bandeng di kabupaten Lamongan ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi potensi pertanian
tambak bandeng di kabupaten
Lamongan
2. Mengetahui
penyebab kelambanan
peningkatan
penghasilan petani tambak
bandeng di
kabupaten Lamongan.
3. Mengetahiu pelaksanaan sistem manajemen
pendidikan partisipatif petani tambak bandeng
di kabupaten Lamongan.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.Bagi Instansi Pemerintah, sebagai informasi empirik kepada para pengambil kebijakan daerah, dalam meningkatkan penghasilan petani tambak bandeng di kabupaten Lamongan;
2.Bagi Akademis, memberikan gambaran
Sistem Pemberdayaan Petani
Tambak Bandeng dengan Sistem Manajemen
Pendidikan Partisipatif ( SMPP), untuk kajian sejenis.
Penelitian dilakukan di kabupaten
Lamongan, yaitu Kecamatan Laren, Maduran, Sekaran, Karanggeneng, Kalitengah,
Turi, Karangbinangun dan Glagah.
1.5. Landasan Teori
1. Definisi pemberdayaan
Beberapa ahli di bawah ini
mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara
pemberdayaan, Suharto ( 2006):
1).Pemberdayaan
bertujuan untuk meningkatkan kekuasaaan orang-orang yang lemah atau tidak
beruntung, Ife, dalam Suharto ( 2006).
2). Pemberdayaan adalah sebuah
proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi
pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap,
kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh ketrampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi
kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiaanya, Parson, et al, dalam Suharto ( 2006 ).
3).Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan rnelalui
pengubahan struktur sosial, Swift dan Levin, dalam Suharto ( 2006 ).
4).Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan
komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya,
Rappaport, dalam Suharto ( 2006 ).
Dengan
demikian pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat. Sebagai tujuan maka pemberdayaan
menunjukkan pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan
sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat
fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
2. Sistem Manajemen Pendidikan Partisipatif
( SMPP )
1).
Pengertian dan konsep
Sistem Manajemen Pendidikan Partisipatif adalah sistem perencanaan, pelaksaan, penganggaran,
pengendalian dan pengawasan pendidikan yang digagas oleh masyarakat, dengan
mendayagunakan potensi lokal yang difasilitasi secara sinergis oleh segenap
pemeran pendidikan.
2). Prinsip SMPP, Depdiknas ( 2001 )
a.
Partisipatif;
b.
Berbasis kemampuan Lokal;
c. Proses
pembelajaran yang mengakui
potensi;
d.
Akseptabel ( dasar konsensus );
e.
Keterpaduan( mengoptimalkan kerja
sama
);
f..
Keberpihakan ( pemberdayaan
kelompok
bawah );
g.
Keterbukaan ( mendorong partisipasi );
h.Akuntabel(dapat dipertanggung jawabkan );
i. Bekelanjutan
(pengembangan program ).
3). Komponen SMPP meliputi:
a. Input
b. Proces
c. Out Pu
d. Out Come
e.
Benefit
4). Tahapan Pelaksanaan SMPP
Menurut
Pranaka dan Priyono (1996) proses pemberdayaan (dengan
SMPP) terhadap kelompok / masyarakat
melalui tahap :
a.
Tahap Inisial
Berasal dari
pemerintah oleh pemerintah dan diperuntukan bagi kelompok / masyarakat. Pada
tahap ini kelompok / masyarakat cenderung bersifat pasif, melaksanakan apa yang
direncanakan oleh pemerintah dan sangat tergantung pada pemerintah.
b.
Tahap Partisipatoris
Berasal dari pemerintah bersama kelompok / masyarakat, oleh pemerintah
bersama kelompok / masyarakat. Pada tahap ini kelompok / masyarakat sudah
dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pendidikan, mulai dari kegiatan
perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengendalian.
c..
Tahap Emansipatoris
Berasal dari masyarakat /
kelompok, oleh kelompok / masyarakat dan untuk kelompok / masyarakat. Pada
tahap ini kelompok / masyarakat cenderung
sudah mandiri dan memiliki kemampuan untuk mengaktualisasi diri dalam
mengembangkan potensinya secara maksimal.
II. METODE
PENELITIAN
2.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
evaluatif, untuk menjawab pertanyaan yang dirumuskan pada rumusan masalah.
2.2. Tahap penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan untuk memperoleh
gambaran umum tentang:
1.
Potensi pertanian tambak bandeng di
kabupaten
Lamongan;
2. Penyebab kelambanan peningkatan
penghasilan petani tambak bandeng,
di
kabupaten Lamongan;
3.
Pelaksanaan Sistem manajemen pendidikan
partisipatif petani tambak bandeng, di kabupaten Lamongan.
2.3. Tahap
penelitian lanjutan
untuk mencari
informasi dari berbagai sumber meliputi:
1). Data sekunder di Dinas Perikanan dan Kelautan. melalui pengkajian data
jumlah kelompok petani tambak, lahan tambak, jumlah petani tambak dan lembaga
pendukungnya.
2). Data primer melalui penyebaran
angket dan wawancara kepada petani
tambak yang digunakan untuk mengetahui tingkat pendidikan, biaya investasi,
biaya produksi, kualitas dan kuantitas hasil produksi, sistem penjualan dan
sistem manajemen pendidikan partisipatif
petani tambak bandeng di kabupaten Lamongan.
3). Crossing data wawancara dari penentu kebijakan, untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang sistem pemberdayaan petani tambak di kabupaten Lamongan dan permasalahannya
yang berhubungan dengan sistem
manajemen pendidikan partisipatif.
2.4.Obyek Penelitian
Objek
penelitian adalah petani tambak bandeng
di wilayah kabupaten Lamongan, sedangkan
tenaga setruktural adalah
penanggung jawab dan penentu kebijakan di bidang perikanan, Dinas Perikanan dan
Kelautan kabupaten Lamongan. Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan
studi dokumentasi, pengamatan,
penyebaran angket dan wawancara.
2.5.Variabel Penelitian
1. Potensi
pertanian tambak, yang
meliputi:
1). Luas lahan garapan;
2). Produktifitas;
3). Harga hasil produksi ( price );
4). Sistem penjualan ( Marketing );
5). Lembaga pendukung dan tingkat
pendidikan petani tambak.
2. Penyebab kelambanan peningkatan
penghasilan petani tambak, meliputi:
1). Luas lahan garapan;
2).Standar
kualitas dan kuantitas hasil
produksi;
3). Harga jual hasil produksi;
4). Tingkat pendidikan petani tambak.
5).
Usaha tambak bandeng ,
meliputi:
a. Analisis Biaya, terdiri dari: Biaya
Investasi,
Biaya Tetap, Biaya
Variabel,
Modal Usaha,
Penerimaan
dan Keuntungan.
b.
Kelayakan Investasi, dengan
analisis:
Analisis
Break Even Point
( BEP)
Analisis Retern of
Invesment ( ROI ); Analisis Return
of Cost Ratio
( R /C ).
3. Deskripsi Pelaksanaan sistem manajemen pendidikan partisipatif
petani tambak di kabupaten Lamongan,
meliputi:
1). Perencanaan;
2). Pelaksanaan;
3).
Penganggaran;
4). Pengawasan;
5). Pertanggungjawaban.
2.6. Populasi
dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah
komunintas petani tambak di Kabupaten
Lamongan di delapan Kecamatan,
terdiri 165 Desa dengan penduduk 345.895
orang ( BPS, 2006 ).
2. Sampel
Peneliti menetapkan secara acak delapan Desa yang tersebar di wilayah
delapan kecamatan di kabupaten Lamongan sebagai sampel.
Desa yang terpilih sebagai sampel, ditetapkan 12 / 13 Kepala Keluarga
sebagai sampel yang ditetapkan dengan angka randum.
Pengambilan
data informasi kepada responden sebagai
sampel penelitian dihitung dengan menggunakan formula yang dikembangkan
oleh Slove, dalam Surjono (2008), dengan rumus berikut:
N
n =
1+ N(e)2
Keterangan :
n =
ukuran sampel
N = ukuran
populasi
e = margin
error 10 %
Dari rumus di atas diperoleh jumlah
sampel n = 99,971(dibulatkan 100 ) dari populasi 345.895 orang, dengan tingkat margin error sebesar
10 %. Jadi angket yang disebarkan kepada responden minimum sebanyak 100 eksemplar,
dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tahap I: menetapkan wilayah studi, yakni kecamatan
Sekaran, Maduran,
Laren,
Karanggeneng, Kalitengah, Turi, Karangbinangun dan
Glagah.
2. Tahap II: menetapkan keterwakilan
wilayah studi dari delapan kecamatan terhitung dengan random
sampling..
3. Tahap III:
menentukan responden dari komunitas petani tambak yang berdomisili di desa terpilih dengan angka randum,
2.7. Metode Pengumpulan Data
1. Angket
Angket ini berisi data pribadi,
tingkat pendidikan, luas lahan garapan, Luas lahan garapan, produktifitas,
harga hasil produksi,
sistem penjualan hasil produksi, Biaya
Investasi, Biaya Tetap, Biaya Variabel, Sarana prasarana, kondisi sosial
ekonomi dan pelaksanaan SMPP untuk petani tambak bandeng di kabupaten Lamongan.
Angket disebar ke Desa terpilih, seperti namapk pada peta berikut:
Gambar: 2.1
Peta Daerah Penelitian Di
Kabupaten Lamongan
2. Wawancara
Wawancara untuk mendapatkan data
penyebab kelambanan peningkatan penghasilan petani tambak dan pelaksanaan
sistem manajemen pendidikan partisipatif petani tambak eksiting, baik yang
dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan maupun swadaya.
3. Dokumentasi
Data yang diambil dengan metode
Dokumentasi, meliputi: a. Gambaran umum kabupaten Lamongan; b. Potensi SDA, SDM
Perikanan darat di kabupaten Lamongan; c. Sistem pemberdayaan petani tambak ; d. Sistem manajemen
pendidikan partisipatif eksiting.
4. Observasi
Metode Observasi digunakan oleh peneliti dalam menggalih data yang berkaitan
dengan: a. Lahan pertambakan; b. Hasil produksi ( kualitas, kuantitas ).
2.8. Metode Pengolahan
Data
Metode yang
digunakan penulis, dalam mengolah data adalah sebagai berikut:
1. Diskriptif,
untuk mengetahui potensi pertanian tambak bandeng di kabupaten Lamongan, melputi: Luas lahan garapan,
produktifitas, harga hasil produksi,
sistem penjualan
hasil produksi, lembaga pendukung dan tingkat pendidikan petani tambak.
2.Diskriptif evaluatif untuk penyebab
kelambanan peningkatan penghasilan petani tambak, meliputi:
1). Luas garapan; standar Nasional
2). Standar kualitas dan kuantitas hasil
produksi; dengan standar
kebutuhan
pasar;
3). Tingkat pendidikan;standar tingkat
pendidikan nasional;
4).
Analisis usaha tambak bandeng ,
meliputi:
a. Analisis Biaya, terdiri dari:
Biaya
Investasi, Biaya Tetap, Biaya
Variabel, Modal Usaha, Penerimaan
dan Keuntungan.
b.
Kelayakan Investasi, dengan analisis:
Analisis
Break Even Point
( BEP) Analisis Retern
of Invesment
( ROI ); Analisis Return of Cost
Ratio ( R / C ).
3. Deskripsi
pelaksanaan sistem manajemen pendidikan
partisipatif petani tambak bandeng di
kabupaten Lamongan, meliputi:
1).
Perencanaan; 2). Pelaksanaan;
3). Penganggaran; 4). Pengawasan dan 5). Pertanggungjawabannya, dianalisis dengan analisis Model Interaktif,
sedangkan penegembangan SMPP demgan analisis SWOT
2.9. Analisis
Usaha Perikanan
1. Analisis
biaya, meliputi:
1). Biaya Investasi (modal Awal);
2).
Biaya Tetap;
3).
Biaya Variabel
2. Kelayakan Investasi
Dari
data analisis di atas dapat dihitung kelayakan investasinya. Perhitungan ini
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam mengelola usaha perikanan .
Perhitungan biaya yang sering dilakukan, yaitu Break Event Point (BEP), Return of Investment ( ROI ), dan Benefit Cost Ratio ( R / C).
1). Break event point ( BEP )
Total
Biaya
BEP Produksi =
Harga
Jual ( Kg )
BEP
Harga =
2). Return of invesment ( ROI )
Return of invesment merupakan
nilai keuntungan yang diperoleh penguasaha dari setiap jumlah uang yang di
investasikan dalam periode waktu tertentu.
Besarnya ROI
dapat diproleh dengan rumus berikut ini.
ROI menunjukkan
bahwa setiap Rp. 100 modal yang ditanam pengusaha aka menghasilkan kentungan
sebesar yang ditunjukkan oleh hasil ROI
3). Return cost ratio ( R / C )
Dengan R/C ini bisa dilihat kelayakan
suatu usaha. Bila nilainya lebih dari 1 berarti usaha tersebut layak untuk
dilaksanakan. Semakin kecil nilai rasionya, semakin besar kemungkinan
perusahaan menderita kerugian.
Rumus R / C
sebagaiberikut :
Nilai R / C rasio menunjukkan bahwa setiap
penambahan biaya sebesar Rp. 1.000 maka akan diperoleh tambahan penerimaan
sebesar Nilai R / C yang terhitung.
2.10. Analisis Model Interaktif
Analisis model interaktif, menurut Miles dan Huberman, dalam Darmaji
( 2002 ), terdiri dari 4 alur kegiatan, yaitu data
collecting ( pengumpulan data ), data
reduction ( reduksi data ), data
display ( penyajian data ) dan penarikan kesimpulan, meliputi penggambaran
atau verifikasi. Untuk arahan dan pengembangan SMPP dengan analisis SWOT
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Wilayah Penelitian
Secara
geografis Kabupaten Lamongan terletak pada 6°
51’54” sampai dengan 7° 23’ 6” Lintang Selatan dan diantara garis
bujur timur 122° 4’ 4” sampai 122° 33’ 12” Kabupaten Lamongan memiliki
luas wilayah kurang lebih 1.812,8km² atau +3.78% dari luas
wilayah Propinsi Jawa Timur. Dengan panjang garis pantai sepanjang 47 km,
maka wilayah perairan laut Kabupaten Lamongan adalah seluas 902,4 km2,
apabila dihitung 12 mil dari permukaan laut.
Lamongan Dalam Angka ( 2007 ).
Daratan Kabupaten Lamongan
dibelah oleh Sungai Bengawan Solo, dan secara garis besar daratannya
dibedakan menjadi 3 karakteristik yaitu:
1. Bagian Tengah Selatan merupakan daratan rendah yang
relatif agak subur yang membentang dari
Kecamatan Kedungpring, Babat, Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung
Sugio, Maduran, Sarirejo dan Kembangbahu.
2. Bagian Selatan dan Utara merupakan pegunungan kapur berbatu-batu dengan
kesuburan sedang. Kawasan ini terdiri dari Kecamatan Mantup, Sambeng, Ngimbang,
Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran, dan Solokuro.
3. Bagian Tengah Utara merupakan daerah Bonorowo yang merupakan daerah
rawan banjir. Kawasan ini meliputi kecamatan Sekaran, Laren, Karanggeneng,
Kalitengah, Turi, Karangbinagun, Glagah,
Lamongan Dalam Angka ( 2006 ).
Batas wilayah administratif
Kabupaten Lamongan, dapat dilihat dalam peta berikut
Sumber : Lamongan Dalam Angka 2006
Gambar : 3.2
Peta Administrsi Kabupaten Lamongan
Jika dilihat dari tingkat
kemiringan tanahnya, wilayah Kabupaten Lamongan merupakan wilayah yang relatif
datar, karena hampir 72,5% lahannya adalah datar atau dengan tingkat kemiringan
0-2% yang tersebar di kecamatan Lamongan, Deket, Turi, Sekaran, Tikung, Pucuk,
Sukodadi, Babat, Kalitengah, Karanggeneng,Glagah, Karangbinagun,Mantup, Sugio,
Kedongpring, Sebagian Bluluk, Modo, dan Sambeng, sedangkan hanya sebagian kecil
dari wilayahnya adalah sangat curam, atau kurang dari 1% (0,16%) yang mempunyai
tingkat kemirimgan lahan 40% lebih
3.2. Analisis Potensi Pertanian Tambak Bandeng Di Kabupaten Lamongan
1.
Potensi sumber daya manusia
1). Penduduk di kawasan pertambakan adalah
345.895 Jiwa ( 29 % ) dari jumlah
penduduk kabupaten Lamongan dengan komposisi
164.368 laki – laki ( 48 % ) dan
181.527 ( 52 % ) perempuan. Tingkat Pendidikan petani tambak bandeng, seperti
terlihat pada gambar berikut:
Sumber:
Pengolahan Data Primer ( 2009 )
Gambar: 3.3
Tingkat Pendidikan Petani
Tambak Bandeng
Di Kabupaten Lamongan
Dengan data tersebut, dapat
disimpulkan, bahwa pendidikan formal petani tambak relatif tinggi, yakni rata –
rata SLTP, setara standar pendidikan Nasional ( Wajar 9 tahun ).
2. Lembaga Pendukung
1). Dinas Perikanan dan Kelautan Kabpaten
Lamongan
a.
Personil
Persnil
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan berjumlah 105 orang dengan
pendidikan rata – rata S1, pendidikan personil Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Lamongan 69 orang berpendidikan tinggi ( 65,22 % ), yang
berpendidikan SLTA , 33 orang ( 31,13 % ), sedangkan yang berpendidikan SLTP
dan SD hanya 4 orang ( 3,90 % ).
b. Sarana dan
Prasarana
Sarana dan prasarana pendukung
kegiatan Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Lamongan dalam keadaan
baik 80 % , yang rusak hanya 20 %.
c.
Pembiayaan
Sumber pembiayaan dari APBD Kabupaten Lamongan APBD Propinsi maupun APBN.
Anggaran untuk pemberdayaan masyarakat perikanan baik laut maupun darat
sangat kurang, yakni hanya 0,3 % (Program pengembangan sistem penyuluhan
perikanan ).
d. Aspek strategis organisasi
Letak Kabupaten Lamongan yang strategis dan berdekatan dengan Ibu kota
Propinsi Jawa Timur dan merupakan jalur lalu lintas yang lancar baik darat
maupun laut, masih tersedianya lahan pengembangan dan peningkatan budidaya ikan
dan pemanfaatan sumberdaya kelautan yang masih bisa dioptimalkan.
2). Kelompok petani tambak di kabupaten
Lamongan
Kelompok Petani tambak di
Kabupaten Lamongan yang berjumlah 70 kelompok.
Kelompok petani tambak sudah
terbentuk di kabupaten Lamongan di stiap kecamatan dengan rata – rata sembilan kelompok, tapi untuk kecamatan
Sekaran dan Maduran belum terbentuk, juga kecamatan Laren baru ada satu
kelompok. kecamatan tersebut perlu perhatian khusus dalam pembinaannya.
2.
Sumber daya alam
1).
Luas lahan pertambakan di
kabupaten Lamongan 25.959 Ha ( 32 %)
dari keseluruhan tanah sawah di kabupaten lamongan ( 86.409 Ha ), yang berada
di kawasan bonorowo, dengan rincian sebagai berikut:
Luas lahan tambak terluas adalah
di kecamatan Laren ( 4.948 Ha ), sementara kelompok petani tambaknya hanya satu
kelompok. Kecamatan Maduran memiliki lahan
yang paling sempit ( 2.144 Ha ). Adapun rata – rata luas lahan
pertambakan setiap kecamatan adalah 3.245 Ha
2).Analisis
ketersediaan air di kabupaten Lamongan
a. Curah hujan
Menurut catatan
Dinas PU Pengairan ( 2007 ), di kabupaten Lamongan curah hujan cukup tinggi,
terjadi pada bulan Oktober – Mei setiap tahun, yanng tertinggi tejadi pada
bulan Pebruari, yakni 77 kali, dengan rata – rata 10 tahun terakhir 1.428 ( mm ). Curah hujan tertinggi jatuh di
wilayah kecamatan Bluluk ( 2.208 mm ), merupakan daerah Selatan – Utara yang
merupakan daerah pegunungan.
b. Sungai
Kabupaten Lamongan dialiri 31
sungai kecil dan 3 buah sungai besar, yaitu Bengawan Solo sepanjang ± 63 km dengan
debit rata-rata 531,61 m3 / bulan (debit maksimum 1.758,46 m3
dan debit minimum 19,58 m3) . Kali Blawi, ± 33 km dan Kali
Lamong sepanjang ± 30 km
yang bermata air di Kabupaten Lamongan.
Sungai utama
yang mengaliri daerah pertambakan adalah Bengawan Solo, Kali Blawi, Kali
Lamong, Kali Deket dan kali Pelalangan .
c. Mata air
Keberadaan mata air di Kabupaten Lamongan tersebar di 60 titik mata air
efektif dengan total debit rata-rata 1.595,50 m3/detik.
d. Ketersediaan
tampungan air
Ketersediaan tampungan air di Kabupaten
Lamongan dipenuhi dari keberadaan 38 waduk /
embung efektif yang memiliki volume tampungan 425.820.360 m3
dengan kapasitas efektif 229.563.800 m3
d. Mata air, 60 titik mata air efektif, dengan
total debit rata - rata 1.595,50 m3/detik.
e.
Ketersediaan air tanah
Menurut studi peta air di Wilayah
Sungai Bengawan Solo 2006 di Kabupaten Lamongan dapat dihitung dari luasnya cacthment
area yaitu seluas 1.670,00 km2 serta adanya volume hujan tahunan
sebesar 1.398,00 mm sehingga dapat dihitung pengisian air tanah sejumlah
350.200.000 m3.
3. Analisis
keadaan dan panjang jalan di kabupaten Lamongan
Keadaan
jalan kabupaten 25 % baik, 72 % sedang,
3 % rusak. 99 % aspal, hanya 1 % kerikil.
4. Analisis
sarana pasar di kabupaten Lamongan
Sarana pasar terdapat di setiap kecamatan di kabupaten
Lamongan. Tapi Pasar ikan hanya empat yang terdapat kecamatan Brondong ( TPI
Brondong ), kecamatan Paciran ( Pasar Ikan Kranji ), kecamatan Deket (
Pasar Ikan Dinoyo ) dan kecamatan Lamongan ( Pasar Ikan Lamongan ).
5.2. Analisis Penyebab Kelambanan Peningkatan
Penghasilan Petani Tambak Bandeng:
Yang dapat mempengaruhi penghasilan petani tambak di kabupaten Lamongan
adalah luas lahan garapan, sarana prasarana
yang dimiliki petani tambak, produktifitas, kualitas hasil produksi,
sistem penjualan, intensitas pendidikan dan pelatihan dan biaya – biaya. Biaya
– biaya itu terdiri dari biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel (
Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Lamongan, 2007 ).Untuk menentukan
penyebab kelambanan peningkatan penghasilan petani tambak bandeng di kabupaten
Lamongan secara spesifik, maka hal –hal yang mempengaruhi penghasilan petani
tambak bandeng, akan dianalisis secara terinci.
5.2.1.
Analisis luas lahan garapan
luas
lahan garapan petani tambak bandeng di kabupaten Lamongan, rata – rata 0,976
Ha, hampir dua kali lipat rata – rata lahan garapan petani Indonesia, yang
hanya 0,5 Ha / Petani, dalam Wikantika.Wordpress.Com ( 2008 )
5.2.2.
Sarana prasarana yang dimiliki petani
tambak
bandeng
Gambar: 3.3
Keadaan Sarana Prasarana Petani Tambak Bandeng
Kesimpulan: Sebagian
besar sarana petani tambak tergolong sedang dengan
persentase sebesar 56.83%. Artinya
memiliki pirik, pompa air dan peralatan
lainnya
1-2 buah.
5.2.3. Produktifitas
pertanian tambak bandeng di kabupaten Lamongan
Tabel : 3.1
Produktifitas Pertanian Tambak Bandeng
Di Kabupaten Lamongan
No.
|
Statistik
|
Luas Lahan
|
1
|
Banyak
Pengamatan 100
|
|
2
|
Rata - rata
|
1,838
|
3
|
Median
|
1,4
|
4
|
Modus ( Mode )
|
1,5
|
5
|
Nilai Tertinggi
– Nilai Terendah ( Range )
|
11,8
|
6
|
Nilai Terendah
|
0,2
|
7
|
Nilai Tertinggi
|
12
|
8
|
Jumlah Nilai
Pengmatan ( Sum )
|
183,8
|
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer
( 2009 )
Produktifitas rata – rata 1,838 / Ha /
tahun masih di bawah BEP Produksi petani tambak bandeng yang lahan garapannya
menyewa yang BEP
Produksinya = 2.454 Kg ( 2,454 Ton ) / Ha / Tahun.
5.2.4.Kualitas hasil produksi
Dari hasil
survey dan wawancara di lapangan, baik di pertambakan maupun di pasar ikan,
hasil produksi petani tambak bandeng rata – rata 10 – 12 ekor / Kg ( 95 % ), sehingga harganya
berkisar Rp 7.000,00 – Rp 8.000,00 / Kg. Sementara permintaan pasar sebagian
besar pedagang lokal maupun luar daerah adalah 4 – 6 / Kg ( 5 % ) dengan harga jual Rp 15.000,00 – Rp
20.000,00.Seperti terihat pada tabel berikut:
5.2.5.
Sistem penjualan
Tabel: 3.2
Sistem Penjualan Hasil Produksi
Dan Harganya
No,
|
Sistem Penjualan
|
Persentase
|
Rata- Rata Harga
|
1
|
Ijon
|
69
|
6,638
|
2
|
Melalui Tengkulak
|
7
|
8.000
|
3
|
Menjual Sendiri Ke Pasar
|
24
|
6.980
|
4
|
Lelang Ke Pasar
|
0
|
0
|
Sumber:
Pengolahan Data Primer ( 2009 )
Dari table sistem penjualan
dapat diketahui, bahwa harga jual hasil
produksi terendah adalah dijual dengan sistem ijon ( Rp 6.638,00 / Kg ), dijual
sendiri ke pasar Rp 6.980,00 / Kg, sedangkan harga teringgi dijual lewat
tengkulak Rp 8.000,00 / Kg. Harga Murah, karena penjualan hasil produksinya
dengan sistem Ijo.
5.2.6. Intensitas
pendidikan dan pelatihan untuk petani tambak bandeng di kabupaten Lamongan.
Sumber:
Pengolahan Data Primer ( 2009 )
Gambar: 3.4
Intensitas Pendidikan Dan Pelatihan Petani
Tambak Bandeng Eksiting( 2009)
Pendidikan dan pelatihan petani tambak
kurang ( 53,04 % ), artinya dalam setahun 53,04 % petani tambak bandeng tidak
pernah mendapatkan penyuluhan, 32,59 % petani tambak bandeng diadakan
penyuluhan 1-2 kali, yang setahun penyuluhannya 3 -6 kali 12 %, yang 7 –
12 kali mengikuti penyuluhan dalam
setahun hanya 1,92 %. Kesimpulan pemberdayaan
5.2.7. Biaya – biaya, terdiri dari biaya investasi, biaya tetap dan biaya
variabel
Dilihat dari kepemilikan lahan,
petani tambak bandeng dapat golongkan
menjadi dua kelompok, yaitu: petani tambak bandeng yang lahan garapannya
milik sendiri ( tidak sewa ) dan petani tambak bandeng yang lahan garapannya
menyewa. Karenanya, maka analisis biaya pertanian tambak bandeng juga berbeda,
antara yang memiliki lahan sendiri dan yang sewa. Selanjutnya penulis akan
menganalisis kedua kelompok tersebut sebagai pertimbangan untuk menentukan
penyebab kelambanan peningkatan penghasilan petani tambak di kabupaten
Lamongan.
1.Petani
tambak bandeng yang memiliki lahan garapan sendiri (Tidak Menyewa )
Rata-rata harga jual per kg = Rp
7.390,00
Rata-rata produksi per Ha = 1.838
Kg
Total produksi / Ha
= 1.838 Kg
Total biaya produksi = Rp 9.949.000,00
BEP Produks = 1346,33 Kg
BEP Harga = Rp 5.413,00
Total Penerimaan = Rp
13.582.820,00
Laba = Rp 3.633.460,00
ROI =
36,520
R/C =
1,365
Dari analisis diketahui, bahwa: BEP Produksi
1.346 dan BEP Harga Rp 5.400,00 / Kg. Artinya usaha perikanan tambak bandeng
dapat dilakukan hanya kembali modal, bila produktifitas minimal 1.346 Ton / Ha,
dengan harga minimal Rp 5.400,00 / Kg. Sementara hasil produksi sekarang 1.838
Kg / Ha atau 1,838 Ton/ Ha dengan harga Rp 7.390,00 / Kg.
Selisih
BEP Produksi dengan Realitas Produksi
429 Kg / Ha ( 23 % ), BEP Harga
demikian juga, selisih lebihnya Rp1.990,00( 27 % ).
ROI = 36,50, artinya setiap investasi Rp 100,00
dalam usaha perikanan tambak
( bandeng), akan menghasilkan keuntungan Rp
36,50.
R / C =
1,365. Artinya setiap penambahan biaya
sebesar Rp 1.000,00; akan memperoleh tambahan penerimaan Rp 1.365,00.
Dengan demikian, maka usaha perikanan tambak bandeng yang lahan garapannya
milik sendiri ( Tidak Sewa ), layak dilanjutkan ( Nilai R / C > 1 )
2.Petani
tambak bandeng yang lahan garapannya menyewa
Analsis biayanya sebagai berikut:
Biaya
total = Biaya produksi + Biaya Investasi
=Rp9.949.360,00+ Rp 8.189.820,00
= Rp 18.139.220,00
Pemasukan
= Hasil produksi x Harga Jual ( Kg )
= 1.838 Kg x Rp 7.390,00 = Rp 13.582.820,00
Keuntungan
= Total biaya – Total pemasukan
=Rp18.139.220-Rp 13.582.820,00
= - Rp 4.556.400,00
BEP
Produksi = Total biaya :Harga jual ( Kg
)
= 18.139.220,00 : Rp 7.390,00
= 2.454 Kg ( 2,454 Ton ) / Ha
Artinya,
usaha tambak ( bandeng ) bisa bertahan dengan harga sekarang ( Rp 7.390,00, bila produktifitas 2.454 Kg ( 2,454 Ton ) / Ha /
Tahun
BEP
Harga = Total biaya : Total Produksi(Kg)
= Rp 18.139.220,00 : 1.838 ( Kg )
= Rp
9.869,00 / Kg
Artinya,
usaha tambak bandeng bisa bertahan
dengan produktifitas sekarang
( 1.838
Kg / Ha ), bila harga Rp 9.868,00 / Kg
ROI =
Keuntungan : Total Biaya x
100 %
= - Rp
4.556.400,00 :
Rp 18.139.200,00 x
100 %
= - Rp 0,25
Artinya,
setiap investasi Rp 100,00 yang ditanam
di usaha perikanan bandeng, akan merugi Rp 0,25.
R /
C = Total penerimaan : Total biaya = Rp
13.582.820,00 : 18.139.200,00 = Rp
0,748 ( Rp 0, 75 )
R / C
ini untuk menetukan kelayakan suatu usaha, bila nilai R / C > 1, maka usaha
itu dapat dilanjutkan, bila Nilai R / C
< 1, maka usaha tidak layak
dilakukan. Dengan demikian, maka usaha perikanan tambak ( bandeng ) bagi yang
menyewa lahan garapan, tidak layak dilanjutkan.
Pertanian tambak bandeng di kabupaten
Lamongan dapat dilanjutkan dengan syarat:
1).
Produktifitas naik menjadi minimal 2.454 Kg ( 2,454 Ton ) / Ha ( bila harga tetap
Rp 7.390,00 ) atau
2).
Harga hasil produksi naik menjadi minimal Rp 9.869,00 / Kg ( bila produksi tetap
1.838 Kg / Ha / Tahun).
4.5.Analisis
Sistem Manajemen Pendidikan Partisipatif
Sumber:
Pengolahan Data Primer ( 2009 )
Sumber:
Pengolahan Data Primer ( 2009 )
Gambar: 3.5
Pelaksanaan SMPP
Sistem manajemen pendidikan
partisipatif yang diterapkan dalam pemberdayaan pemberdayaan petani tambak di
kabupaten Lamongan masih tingkat inisial.
IV. Kesimpulan
4.1. Potensi Petani Tambak
4.1.1. Sumber daya manusia
1.Jumlah penduduk 345.895 jiwa, yang berdomisili di delapan Kecamatan yang
tergabung dalam 71.167 KK, denga Pendidikan formal rata- rata
SLTP.
2. Lembaga pendukung, personil Dinas
Perikanan dan Kelautan sebanyak 105 orang dengan pendidikan rata – rata S1
didukung 71 kelompok Patani Tambak yang tersebar di desa
– desa di wilayah pertanian tambak di
kabupaten Lamongan.
4.1.2.
Sumber Daya Alam
1. Luas
lahan garapan petani tambak rata- rata
0,976 Ha.
2. Kesesuaian lahan sangat sesuai karena
daerah bonorowo ( Daerah Rawa ),dengan kemiringan 0 – 2 % ( 72,5 % )
3. Kesesuaian
hidrologi:
1). Curah hujan tinggi, dengan rata –
rata 10 tahun terakhir 1.428 ( mm ), tertinggi
pada bulan pebruari, 77 kali.
2). Sungai
Kabupaten Lamongan dialiri 31
sungai kecil dan 3 buah sungai besar, yaitu Sungai Bengawan Solo sepanjang ± 63 km dengan
debit rata-rata 531,61 m3 / bulan (debit maksimum 1.758,46 m3
dan debit minimum 19,58 m3) . Kali Blawi sepanjang ± 33 km dan Kali
Lamong sepanjang ± 30 km
yang bermata air di Kabupaten Lamongan.
3). Mata air
Mata air efektif dengan total debit rata-rata 1.595,50 m3/detik.
4). Ketersediaan
tampungan air
dengan 38 waduk /
embung efektif yang memiliki volume tampungan 425.820.360 m3
dengan kapasitas efektif 229.563.800 m3
5).
Ketersediaan air tanah
Di Kabupaten Lamongan dapat dihitung
dari luasnya cacthment area yaitu seluas 1.670,00 km2 serta adanya
volume hujan tahunan sebesar 1.398,00 mm sehingga dapat dihitung pengisian air
tanah sejumlah 350.200.000 m3.
3. Keadaan jalan kabupaten 25 % baik, 72 % sedang, 3 % rusak. 99 %
aspal, hanya 1 % kerikil.
4. Sarana
pasar terdapat di setiap kecamatan di
kabupaten Lamongan. Tapi Pasar ikan hanya empat yang terdapat kecamatan Brondong ( TPI
Brondong ), kecamatan Paciran ( Pasar Ikan Kranji ), kecamatan Deket (
Pasar Ikan Dinoyo ) dan kecamatan Lamongan ( Pasar Ikan Lamongan ).
4.2.
Penyebab Kelambanan Peningkatan Penghasilan Petani Tambak Bandeng Di Lamongan
4.2.1. Produktifitas rendah.
4.2.2.
Kualitas hasil produksi tidak memenuhi
standar permintaan pasar.
4.2.3.
Harga Murah, di bawah BEP harga.
4.2.4.
Pemasaran sistem Ijon.
4.3.Sistem
manajemen pendidikan partisipatif yang diterapkan ke petani tambak bandeng
masih tingkat Inisial, yakni pemerintah, dinas terkait masih mendominasi pola pendidikannya.
4.4.
Arahan Pengembangan SMPP
Sesuai letak kedudukan dari kondisi
pelaksanaan SMPP di Kabupaten Lamongan,
seperti gambar berikut:
Sumber: Pengolahan Data Primer (
2009 )
Gambar: 4.6
Hasil IFAS dan EFAS SMPP
Di Kabupaten Lamongan
Maka arahan pengembangaannya adalah
sebagai
berikut
4.4.1. Dengan memaksimalkan
faktor-faktor Strenght ( kekuatan ) dan Opportunity (
peluang ) yaitu:
1. Meningkatkan komitmen Pemerintah Kabupaten Lamonga dalam membantu sumberdaya
baik sarana prasarana, dana sumber daya manusia kepada petani tambak bandeng,
agar bisa merebut pasar lokal dan antar daerah.
2. Meningkatkan
dukungan dari Dinas Perikanan dan Kelautan, untuk mewujudkan peningkatan
Perekonomian Daerah Melalui Optimalisasi Usaha dan Pembedayaan Masyarakt di
Bidang Perikanan dan Kelautan dengan
memanfaatkan kolam yang tersedia di Dinas Perikanan Dan Kelautan sebagai
percontohan.
3. Pengelolahan
lahan pertanian tambak bandeng dari tradisional ke intensif, agar bisa
meningkatkan hasil produksi, sehingga bisa memenuhi kebutuhan konsumsi ikan
baik lokal maupun antar daerah.
4.Pemberdayaan SDM petani tambak bandeng dengan
pendidikan dan pelatihan yang tersistem
dengan memanfaatkan dana stimulan dari pemerintah yang tersedia dan swadaya.
5.
Memaksimalkan fungsi kelompok petani
tambak bandeng yang telah terbentuk dan pembentukan kelompok di Kecamatan
Maduran, Sekaran dan Laren, agar bisa menggearakkan pasar yang tersedia di
setiap kecamatan sebagai pasar ikan.
4.4.2.
Meminimalkan Weaknes (kelemahan)
dan Threaten (ancaman)
yaitu:
1. Meningkatkan Produktifitas hasil pertanian tambak
bandeng dengan pengelolaan secara intensif dan menunda waktu panen
2. Meningkatkan harga jual hasil produksi
dengan meningkatkan kualitasnya.
3. Pejualan hasil produksi sistem
lelang dengan menghidupkan pasar di setiap kecamatan yang telah ada.
4. Pembentukan kelompok petani tambak bandeng di setiap desa dengan anggota maksimal 20 petani / Kelompok
5. Disediakan pasar ikan di setiap
pasar yang tersedia di setiap kecamatan, agar mempermudah petani tambak untuk
menjual hasil produksinya.
6. Memimalisir pedagang yang
memonopoli dengan memebentuk jaringan pemasaran
antar daerah.
7.
Pasar ikan laut ( hasil tangkap ) dipisahkan dengan pasar ikan budidaya.
4.5. Saran – Saran
1. Pelaksanaan
visi dan misi Dinas Perikanan dan Kelautan,
meningkatkan produktifitas perikan, terutama petani tambak, dilaksanakn
dengan sungguh- sungguh dengan sistem menajemen pendidka partisipatif yang
emansipatoris; artinya pelaksanaan sistem manajemen pendidikan petani
tambak mengikutsertakan petani tambak
secara aktif, sementara Pemerintah, Dinas terkait sebagai fasilitator dan motovator
yang dibutuhkan oleh mereka .Kegiatan
sistem mananjemen pendidikan partisipatif, meliputi:
1). Pengkajian potensi dan masalah;
2). Penyusunan
RPJM perikanan;
3). Pelaksanaan Musyrendik perikanan;
4). Pembahasan dan penetapan anggaran;
5). Pelaksanaan program;
6). Pertanggungjawaban dan tindak lanjut program.
2. Meningkatkan harga hasil produksi pertanian Tambak,
dengan memfasilitas pembentukan jaringan pemasaran dari produsen ( Desa ) ke antar Kabupaten / Kota se Jawa
Timur.
3.
Diselenggarakan pelatihan cara perawatan
benih, cara pembesaran dan pengelolaan
hasil produksi yang dibutuhkan oleh
petani tambak, bukan yang dibutuhkan oleh Dinas terkait.Cara pengelolaan
hasil produksi yang dimaksud adalah:
1).
Pengeringan;
2).
Penggaraman;
3).
Pembekuan;
4).
Pengasapan;
5).
Bandeng Presto;
6). Otak
otak dan lain - lain
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, H. Rozali. 2007. Pelaksanaan
Otonomi Luas. PT Raja Grafindo
Persada,
Jakarta.
Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengelolaan
dan Pengawetan Ikan, PT Bumi Aksara,
Jakarta.
Adisasmito, H. Raharjo. 2005. Ekonomi Wilayah, PN
Graha Ilmu, Jogjakarta.
BPM Lamongan. 2007. Sistem Manajemen Pembangunan Partisipatif
(SMPP), BPM Lamongan, Lamongan.
BPS Lamongan. 2006. Lamongan Dalam Angka. BPS
Lamongan, Lamongan.
Darmaji, M. Imam. 2002. Pemberdayaan Masyarakat dalam Ekonomi
Desa, di Desa Kedungrejo,
Kec. Jabon,Kab. Sidoarjo. PPSUB Malang, Malang.
Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Depdiknas,
Jakarta.
Fatta, Nanang. 2001. Landasan Manajemen Pendidikan. PT Remaja Rosda Karya, Bandung.
Mustajab, Kaproji Bambang. 2006. Evaluasi Kegiatan Pendampingan dan
Partsipasi Masyarakat dalam program Pemberdayaan Masyarakat Desa Ngambon, Kecamatan Ngambon, Kabupaten
Bojonegoro. PPSUB Malang, Malang.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian . Ghalia Indonesia, Bogor.
Penebar Swadaya. 2007.
Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pranaka dan Priyono. 1996. Pemberdayaan, Konsep Kebijakan dan
Implementasi. CSIS, Jakarta.
Riduwan. 2007. Pengantar Statistika. Alfabeta, Bandung.
Sastropoetro, Santoso. 1986. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan
Disiplin dalam Pembangunan Nasional.
PT Alumni, Bandung.
Suman, Agus. 2007. Ekonomi Wilayah. PPSUB Malang, Malang.
Surjono. 2008. Metode Penelitian. PPSUB Malang, Malang.
Suharso, W. Tunjung. 2007. Perencanaan
Wilayah. PPSUB Malang, Malang.
Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika. PT Gramedia
Pustaka Utama . Jakarta.
Wikantika, 2008.PetaniIndonesia. www.wikan
tika.wordpress.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar